BloggerIndonesia.net - Rencong adalah senjata tradisional
Aceh. Konon benda tajam berukuran kecil ini sudah dikenal sejak masa kesultanan
pada abad ke-17 masehi. Rencong menggantikan kedudukan pedang karena dinilai
keberadaannya tidak mencolok. Pada masa itu budaya ngopi sudah akrab dengan
masyarakat, sehingga sultan yang ingin ‘blusukan’ memilih membawa rencong untuk
berjaga-jaga.
Menariknya, Kisah Rencong Kesultanan Aceh
Kini rencong telah bermetamorfosis
dan beralih fungsi menjadi cenderamata. Bagi anda pecinta wisata belanja, maka
tidak ada salahnya menambah koleksi bertema etnik. Terlebih lagi sebilah
rencong bukan senjata tajam biasa karena benda ini menyimpan nilai historis.
Di Aceh, rencong kerap dijadikan
sebagai cenderamata bagi tamu kehormatan. Benda tajam yang terbuat dari besi
atau kuningan bergagang tanduk atau kayu berukir ini juga populer sebagai
souvenir khas. Pelancong seringkali menyelipkan rencong ke dalam daftar buruan
yang diincar untuk ditenteng sebagai oleh-oleh.
Serambi Indonesia berkesempatan
menyambangi ‘dapur’ pembuatan senjata tajam legendaris tersebut di Desa Baet
Mesjid Kecamatan Suka Makmur Kabupaten Aceh Besar. Daerah itu terkenal sebagai
sentra pembuatan rencong kekinian. Pada zaman Kerajaaan Aceh Darussalam yang
berpusat di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), para pengrajin berkumpul di Gampong
Pande. Pande bermakna pandai. Dinamai demikian karena di situlah para pandai
besi berhimpun.
Laki-laki yang sejak umur 16 tahun
menggeluti profesinya sebagai pengrajin, biasa membuat rencong sesuai pesanan.
Rata-rata dalam sehari ia menyelesaikan pembuatan sebilah rencong. Prosesnya
dimulai dari mengolah bahan baku berupa besi putih atau besi hitam.
Bahan baku tersebut diambil dari
bahan bekas yang sudah tak terpakai atau dibelinya dari penggalas. Besi
batangan itu lantas dibelah sesuai kebutuhan. Tahap selanjutnya sekaligus yang
paling menentukan adalah proses tempa. Potongan besi dipanaskan di atas bara,
kemudian besi yang telah menyala merah itu ditaruh di atas tatakan lantas
dihantam berulang-ulang menggunakan semacam palu berukuran ektra besar.
Begitu seterusnya hingga mencapai
hasil yang diinginkan. Sementara proses pembuatan gagang dimulai dari memotong
kayu atau tanduk. Keduanya lantas dibuat pola untuk kemudian diukir menggunakan
kikir. Tempo dulu ukiran yang diterapkan sebatas motif etnik seperti motif
pintu Aceh atau pucuk rebung.
Namun seiring perkembangan zaman,
kini pengrajin lebih berani berkreasi dengan menerapkan aneka motif
tumbuh-tumbuhan ataupun hewan. Yang terakhir disebutkan tidak mempunyai makna
khusus. Tahap terakhir atau finishing, gagang yang sudah diukir lantas dihaluskan
dengan menggunakan alat khusus. Lalu dimasukkan ke dalam besi yang sudah
selesai dibentuk. Jadilah rencong Aceh.
Harga mulai Rp 100 ribu–Rp 120
ribu untuk sebilah rencong. Itu kalau membeli langsung ke pengrajin yang
berlokasi sekitar 25 Km dari pusat Kota Banda Aceh. Anda tinggal mengikuti
Jalan nasional Banda Aceh-Medan dan berbelok ke Desa Baet Mesjid Kecamatan Suka
Makmur Kabupaten Aceh Besar yang berjarak sekitar 1 Km dari jalan raya. Untuk
menuju kemari anda bisa memilih menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan
umum dengan tujuan Kabupaten Aceh Besar.
Agar tidak berkarat, disarankan
membeli rencong yang terbuat dari besi putih. Selain itu jika memesan langsung
ke pengrajin, anda bisa order jumlah dan motif serta mendapatkan semacam
garansi jika terjadi kerusakan. Untuk cenderamata tentu lebih menarik kalau
dikemas dalam pigura. Anda bisa minta sekalian dibuatkan dengan catatan di luar
harga rencong.
Saatnya Berbagi :
Aceh memang kota yang menyimpan eksotis dan historis.
BalasHapus